Pengalaman terjebak dalam pengkhianatan

Ini thread pertamaku. Cerita ini cerita real pengalamanku. Aku berharap suamiku membaca ini, karena dia selalu mendesakku bercerita yang sejujur-jujurnya tapi jujur aku tak pandai bercerita. Aku lebih bisa menuliskannya dalam bentuk cerita.
Aku perempuan berumur akhir 20an ketika itu. Bekerja sebagai konsultan. Aku dan suamiku sering berpisah. Karena aku bertugas berpindah-pindah. Sebenarnya hal tersebut sering dipermasalahkan suamiku. Tapi aku ingin dipandang sebagai orang berguna dan sukses dengan bekerja. Aku suka jadi ibu rumah tangga, tapi, hanya menjadi ibu rumah tangga pasti hanya akan dipandang sebelah mata oleh keluarga kami dan teman-teman kami.
Kejadian yang ku sesali seumur hidupku bermula saat kami melakukan meeting yang di jadwalkan selama 3 hari. Semua peserta meeting menginap di hotel yang sama. Hingga pada hari ketiga, semua teman-temanku memutuskan segera pulang setelah meeting ditutup pada sore hari. Mereka ingin segera menghabiskan akhir pekan bersama keluarga. Pada waktu itu, temanku yang booking tiket pesawat untukku rupanya memesan tiket pulang pada hari minggu, dia sempat minta maaf kepadaku karena tidak konformasi padaku mengenai hal itu.
Aku pun berencana main ke rumah temanku yang tidak jauh dari hotel dan berencana menginap dirumahnya saja malam itu. Tapi, aku urung. Ketika aku cek tiketku, rupanya aku berangkat jam 6, penerbangan pertama. Kalau menginap dirumah teman, aku pasti tidur larut karena kami akan banyak bercerita.
Aku pun mulai berkemas setelah makan malam. Aku tidak makan di restoran hotel, aku pesan makanan lewat go food waktu itu. Sudah jam 10. Aku merasa ngantuk lelah dan sangat mengantuk.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Aku ragu membukanya. Bukankah teman-temanku sudah pulang semua, pikirku.
Pintu diketuk lagi, dan kali ini si pengetuk mengatakan namanya.
“Mir, aku Fino.” Sambil mengetuk pintu.
Aku pun membuka pintu kamar.
“Kamu belum pulang? Ku pikir aku sendirian yang belum pulang.” Aku membukakan pintu, dan dia langsung masuk duduk diatas bangku depan cermin.
“Tutup Mir pintunya. Aku takut.” Pintanya kemudian.
“Eh apaan sih. Kamu loh laki-laki. Dan ada dikamarku. Aku gak mau tutup pintu.” Aku menolak permintaannya.
“Aku temanmu udah lama Mir. Kamu curiga aku ngapa-ngapain kamu? Aku tau koq kamu udah punya suami. Memangnya aku keliatan seperti penjahat seksual ya?!”
“Bukannya gitu, tapi ya gak baik Fin kamu dalam kamar dan aku tutup pintu. Lagian kamu kenapa kesini?” Tanyaku kemudian.
“Aku takut Mir, di kamarku kayaknya ada bayangan perempuan, ada suara-suara aneh seperti perempuan nangis juga.”
“Masa sih Fin?”
“Iya Mir, ini kan hotel tua, dipinggiran kota gini lagi. Kamu tau gak, malam ini paling cuma 2 atau 3 kamar yang terisi. Karena yang lain masih berstatus di booking kawan-kawan kita yang pulang. Jadi dilantai ini aku cek, semua kamarnya kosong.” Jelas Fino.
“Halu-halunya kamu aja. Fin, aku capek, aku mau tidur. Nanti jam 3 harus bangun dan siap-siap berangkat ke bandara. Kamu pergi sana.” Mintaku pada Fino.
Aku benar-benar sudah merasa lelah dan ngantuk.
“Tidur saja Mir, bolehkan aku disini ya. Aku gak bakal ganggu kamu. Pintu aku tutup ya. Aku takut beneran. Aku tidur di bed satu itu kalau ngantuk.”
Aku yang sudah sangat lelah merasa malas mau berdebat dengan Fino, lagipula kami memang berteman. Jadi aku mengiyakan saja permintaannya sambil berbaring dan tidur.
Pada saat tidur, antara sadar dengan tidak, aku merasa bahuku dipijat, tangan itu memijat dengan perlahan ke lenganku yang waktu itu tidur miring ke kiri. Rasanya nyaman. Karena aku memang merasa pegal-pegal 3 hari ini. Dia terus memijat hingga ke bokong, paha dan betisku. Lalu tangannya kembali memijat tengkukku. Waktu itu aku membiarkan saja semua, dalam pikiranku, itu adalah suamiku yang memang sering pulang malam lalu menggerayangiku.
Tangan itu kemudian mulai meraba-raba dadaku dan masuk ke dalam braku. Bra ku dinaikkan ke atas kedua tetekku. Dia meraba-raba dua gunung itu dan memainkan putingnya dengan gerakan memutar-mutar kecil. Lalu aku merasa jari-jari itu menyentuh perutku dan ke bawah mengusap-usap selangkangan dan vaginaku dari luar celanaku.
Aku merasa ingin bangun, tapi mataku berat sekali karena mengantuk, hingga aku terkejut ketika puting ku dihisap kuat dan aku kesakitan.
Mataku terbuka dan aku sangat terkejut karena laki-laki yang merabaku adalah Fino!
“Asu, kurang aja.” Aku menurunkan bajuku yang dinaikkannya keatas. Aku menutup tubuhku dengan selimut.
“Maaf Mir. Aku horny. Aku lihat kamu cuma pake tank top gitu. Aku gak kuat.” Jelasnya dengan gugup.
“Keluar kamu Fin.” Perintahku dengan geram, malu bercampur marah
“Mir, udah tanggung Mir. Please!”
“Gak Fin. Keluar atau aku teriak!”
“Mir, teriak pun siapa yang dengar. Dan kalau kamu nekad, aku bakal perkosa kamu.” Ancamnya.
“Kamu kurang ajar Fin!”
“Aku cuma pengen keluarkan aja Mir. Abis itu aku janji aku gak bakal gangguin ku lagi.”
“Aku gak mau. Pergi. Aku cuma mau ML dengan suamiku. Aku cinta suamiku.!” Bentakku.
“Jangan sampai aku nekad Mir.” Ancamnya sambil menarik selimutku.
“Eh, eh, apaan sih Fin, ya ampun kamu udah sinting apa?”
Jujur aku takut dan merasa panik. Aku takut dia benaran nekad perkosa aku. Aku emoh melakukan hubungan badan dengan laki-laki lain. Aku merasa jijik.
Aku mendorongnya hingga dia terdorong ke bed sebelah.
“Fin, aku gak mau hubungan badan dengan laki-laki selain suamiku. Tolong ngerti aku.” Aku memohon hampir menangis.
“Mir, aku udah nanggung banget. Gini aja, bantu aku ngeluarin nya. Aku gak bakal masukin ke kamu. Aku janji.” Dia mencoba bernegosiasi.
Aku berpikir, mungkin lebih baik begitu, setidaknya aku aman. Kalau dia macam-macam, aku tak akan segan menghabisinya dengan apapun yang ada disini.
“OK, gimana caranya?”
“Kamu baring aja seperti tadi. Terlentang. Aku boleh ya megang dadamu sambil masturbasi. Supaya bisa cepat keluar.” Dia menghampiri tempat tidurku.
“OK, tapi gak ada buka-buka baju atau celanaku.”
“Ihhh,,,,ya gak berasa lah Mir.” Protesnya.
“Yaudah aku gak mau kalau gitu.” Protesku balik.
“Iya dah Mir.” Katanya kemudian.
Dia berdiri disamping tempat tidur sambil berdiri dan mengocok kontolnya dengan tangan kanannya. Tangan kirinya menggerayangi dadaku. Putingku dipelintir2.
“Mir, kamu pernah ngocokin kontol suamimu?”
“Pernah.” Jawabku menahan geli diraba-raba.
“Pernah ngoral kontolnya gak?”
“Pernah, sering hampir tiap ml.”
“Mir, oral dong.” Pintanya sambil mengarahkan kontolnya ke mulutku, aku menghindar berpaling ke kiri. Dia tetap memaksaku.
“Kutinggal ni, aku gak mau lanjutkan kalau kamu kayak gini.” Ancamku sambil memegang kontolnya supaya gakasuk ke mulutku.
“Kocokin sekalian lah Mir, daripada dipegang gitu. Aku gak bakal maksa kamu ngoral. Di kocokin aja udah syukur.”
Aku meremas kontolnya sampai dia kesakitan. Kontolnya kecil, tak ada apa-apa dibanding punya suamiku, bernafsu pun tidak aku melihatnya.
“Aduh. Iya Mir. Lepas. Please. Sakit.” Rintihnya.
“Aku ngocok, kamu pegang atasnya aja. Cepat keluar aku cepat pergi dari sini.
Lalu dia pun lanjut mengocok penisnya. Jariku memainkan pucuk kontolnya yang sudah licin karena air mazi yang keluar terus. Tangannya semakin kuat meremas kedua buah dadaku sambil bercerita tentang pengalaman ml nya yang treesome dan gangbang sedari SMA. Mungkin itu cara dia agar cepat keluar pikirku. Aku diam saja.
Tiba-tiba saja dia meloncar naik keatas pahaku, dan menarik celanaku. Sontak aku terkejut dan berteriak.
“Woi. Asu.!” Aku segera bangun dan mendorongnya.
“Gak bisa keluar-keluar Mir.”
“Kamu udah janji Fin.”
“Kamu masturbasi juga ya supaya aku cepat keluar. Please. Ini permintaan terakhir.”
Singkatnya aku menyetujui permintaannya. Aku ingin semua cepat selesai dan masih punya waktu istrirahat tidur.
Tangan kananku memainkan pucuk penisnya. Tangan kiriku masuk ke dalam celana ku menggesek-gesek vaginaku. Clana ku terbuka hingga bagian atas vaginaku. Sengaja tidak kubiarkan terbuka semua karena khawatir Fino bisa saja tiba-tiba memasukkan penisnya ke vaginaku kalau celanaku terbuka.
Aku sengaja mendesah-desah supaya dia cepat keluar. Remasannya didadaku semakin kasar, kocokannya pada kontol pun semakin cepat.
“Banyak gak lendirmu Mir?”
“He’eh banyak…becek.” Jawabku dengan suara bercampur desahan.
“Uh…enak banget kalau kontol ini bisa ngerasain lendir itu ya.”
Dia memejamkan matanya sambil mengocok penis yang pucuknya sudah berlendir dengan mazi.
“Tanganmu kamu usapkan dengan lendir memek mu. Aku pengen cium.” Pintanya. “Cepetan Mir.”
Aku mengusap telapak tanganku pada memekku lalu menyodorkannya ke depan wajahnya. Dia menempelkan hidungnya ke telapak tanganku dan mencium lendir ditelapak tanganku.
Tiba-tiba, crot. Akhirnya peju nya keluar.
Dia masih mengocok perlahan sambil terpejam beberapa saat. Lalu menutup celananya.
“OK Mir. Dah aku pergi.”
Dia keluar dari kamarku dan menutup pintuku dengan keras.
Bersambung….

Related posts